"Kata Tuhan buat saya, tidak lebih dari ekspresi dan produk kelemahan manusia, Alkitab adalah kumpulan tulisan-tulisan berharga, tapi tetap masih merupakan legenda primitif yang agak kekanak-kanakan."
"Ilmu tanpa agama cacat, agama tanpa ilmu buta" (Albert Einstein)

Peristiwa-peristiwa dalam Mi'raj

Ketika tengah beristirahat pada malam hari di Hatim Baitullah, Mekah, Rasulullah diberi tahu Jibril bahwa Tuhan Yang Maha Perkasa berkenan menerimanya secara pribadi. Dada beliau dibelah dan disucikan sehingga dapat menerima realita-realita Hadiratul Qudus dan bertemu muka dengan Yang Maha Kuasa tanpa kesulitan apapun. Burraq (berasal dari kata barq, yang berarti listrik) membawa beliau dari Masjidil Haram (Ka'bah) ke Masjidil Aqsa di Jerussalem, dengan kecepatan cahaya atau bahkan lebih. Di Masjid inilah beliau memimpin shalat berjamaah yang makmum-nya adalah semua rasul dan nabi dari semua zaman.

Perjalanan ini dinamakan Isra (perjalanan malam). Dari Jerussalem beliau diangkat secara lahiriah ke langit ketujuh menerobos berbagai tata surya kemudian sampai ke Sidratul Muntaha yang belum pernah teranjah siapapun sebelum beliau, yang melambangkan kesempurnaan Iman dan Hikmah (Iman wal Hikmah). Taman Jannah, dimana Rasulullah mendengar bergoresnya pena yang tengah menuliskan nasib alam semesta, ditempatkan disini. Di sinilah untuk pertama kalinya Rasulullah memandang Tuhan Yang Maha Perkasa dengan segala Kemegahan-Nya, bercakap-cakap dengan-Nya, mendapat hikmah tertinggi dan menerima tiga hadiah terbesar dari Mi'raj yaitu :

1. Ayat-ayat terakhir dari suarat Al-Baqarah yang merupakan mandat Tuhan untuk hijrah Rasulullah dari Mekah ke Madinah.
2. Shalat (lima kali sehari) yang dianggap sebagai mi'rajnya kaum mukmin; karena dalam shalat dia bercakap-cakap langsung dengan Allah tanpa perantara apapun.
3. Amesti umum yang dianugerahkan Allah bagi kaum Monotheis (yang meng-Esa-kan Tuhan).

Metafisika Isra' Mi'raj

Kawasan alam spiritual dimulai ketika kawasan alam duniawi berakhir. Karena dimensi-dimensi metafisika berada di luar jangkauan pemahaman manusia, dengan keterbatasan ilmu dan pengalamannya, maka pengalaman alam-maya tidak dapat diuraikan dengan bahasa manusia. Hanya dapat diuraikan dengan pengalaman kontinum tiga dimensi. Kaum ilmiawan dan rasionalis menolak yang gaib karena tidak tertangkap panca indera dan mengungguli keterbatasan-keterbatasan logika dan panca indera.

Perjalanan ruhani Nabi Muhammad saw. di malam hari dari Mekah ke Jerussalam, yang terkenal dengan nama Isra dan naiknya beliau secara jasmani maupun rohani menyeberang tujuh lapisan langit sampai ke tahta Yang Maha Kuasa (Arsy), yang dikenal sebagai Mi'raj, kemudian kembali ke Mekah dalam waktu yang sangat singkat merupakan tantangan terbesar yang pernah disodorkan Tuhan kepada kaum empiris maupun rasionalis.

Surat yang diberi judul Bani Israil membahas peristiwa Mi'raj, Tauhid dan yang gaib seperti surga, neraka, pahala dan siksa di hari akhirat merupakan bahasan utama surat ini. Pada akhir surat, Tuhan mewahyukan kepada RasulNya bahwa orang-orang Quraisy Mekah telah bertekad untuk mengusir beliau dari Mekah. Peringatan juga telah diberikan kepada kaum kafir bahwa jika Rasulullah cidera atau terusir dari Mekah, maka orang-orang Mekah akan mengalami suatu bencana yang sama dengan bencana yang pernah memusnahkan kaum-kaum sebelum mereka, ketika mereka mengusir Rasul-rasul Allah dari tanah airnya. Surat ini menjelaskan bahwa Qur'an adalah wahyu terakhir dan otoritas Ilahi. Qur'an diawali dan di akhiri dengan pujian bagi Yang Maha Kuasa. Kontroversi mengenai Mi'raj telah menyebabkan gelombang ketegangan dahsyat di kalangan kaum Quraisy yang memungkiri Rasulullah saw. Badai itu belum berhenti. Syeh Qutub, seorang pemikir besar Islam, menjelaskan bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa itu Maha Perkasa untuk mengangkat hambanya secara jasmaniah, seperti yang pernah dilakukanNya atas Nabi Isa as. Menolak Mi'raj sama saja dengan memberi kendala pada ketidakterbatasan Tuhan. Baik Isra' maupun Mi'raj merupakan tahap akhir perkembangan ruhani Rasulullah saw. Keduanya menggabung ilmu mengenai keseluruhan penciptaan atau makhluk, yang terlihat maupun gaib, seperti bumi, bulan, bintang-bintang, angkasa luar, surga, dan neraka maupun proses pahala dan siksa. Kesemuanya merupakan gemblengan Ilahi terhadap Rasulullah yang bersifat audio-visual mengenai misteri yang Gaib serta menyempurnakan keimanan Yang Gaib.

Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa,(yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka. (QS. 2:2-3)

Peristiwa Mi'raj membuktikan bahwa Ilmu Tuhan meliputi semua yang finit dan infinit, tanpa terbatas waktu ataupun ruang. Dia dapat melihat dan mendengar segala sesuatu. Peristiwa ini membuktikan Kekuasaan dan Otoritas Tuhan yang sekali lagi merupakan tantangan bagi kaum rasionalis seperti orang-orang Yunani yang yakin bahwa Ilmu Tuhan hanya terbatas bagi KehisupanNya Sendiri dan Dia tidak mengetahui segala sesuatu di luar DiriNya Sendiri.

Memahami Makna Idul Kurban
Rabu, 17 November 2010, 08:20 WIB

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Merupakan kehendak Allah SWT, semua bentuk ibadah dalam Islam memiliki hikmah dan landasan filosofis. Hari raya senantiasa tiba seusai umat Islam melaksanakan ibadah cukup berat.

Idul Fitri datang setelah ibadah puasa Ramadhan. Idul Kurban tiba setelah umat Islam beramal saleh selama 10 pertama Dzulhijjah dan puasa Arafah. Esensi hari raya hanyalah peristirahatan sebentar setelah perjalanan ibadah yang berat atau hadiah kemenangan dari Allah untuk kaum Mukminin yang telah sukses melawan godaan setan.

Hari raya bukanlah peristiwa tahunan untuk melepaskan diri dari ikatan-ikatan ketaatan sebagaimana yang sering disalahpahami sejumlah orang. Setiap insan hanyalah sebagai hamba Allah dalam segala ucapan dan perbuatannya. Agama tidak menginginkan seorang hamba kehilangan hubungannya dengan Allah walau sekejap.

Kehidupan Muslim bagaikan perjalanan panjang yang ditempuhnya, sekali-sekali istirahat sebentar untuk kemudian melanjutkan perjalanan perjuangan spiritual dan kehidupannya yang lurus dan bersih. Istirahat sebentar itu adalah hari raya, yang di dalamnya diperbolehkan bergembira ria dengan berbagai hiburan yang mubah (dibolehkan).

Itulah sebabnya, dalam bahasa Arab disebut dengan 'id' yang artinya senantiasa kembali dengan membawa kebahagiaan, kegembiraan, dan kelapangan.

Hari raya dalam perspektif Islam harus diisi dengan berbagai nasihat, syiar, dan ibadah yang mengandung nilai-nilai sosial, di samping merupakan kesempatan untuk membahagiakan setiap insan di muka bumi. Allah SWT telah mengaitkan Idul Adha ini dengan nilai sosial yang abadi dalam bentuk pengorbanan.

Pengorbanan artinya menyerahkan sesuatu yang dimilikinya kepada orang yang membutuhkannya. Pada hari raya ini dan hari-hari tasyrik, Allah mensyariatkan bagi yang mampu untuk menyembelih hewan kurban yang dibagikan kepada fakir miskin, karib kerabat, dan sebagian untuk keluarganya sebagai upaya menebar kebahagiaan di muka bumi.

Dalam syariat kurban terkandung makna pengokohan ikatan sosial yang dilandasi kasih sayang, pengorbanan untuk kebahagiaan orang lain, ketulusikhlasan, dan amalan baik lainnya yang mencerminkan ketakwaan.

Kilasan esensi ini diungkap Allah dalam surah al-Hajj ayat 37, "Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai keridhaan Allah, tetapi ketakwaan daripada kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik."

Di antara nilai sosial yang harus menghiasi setiap Muslim pada hari raya adalah menghilangkan berbagai bentuk kedengkian dan iri hati dalam diri, melupakan macam-macam permusuhan dan pertentangan, serta kita tingkatkan kepedulian kepada saudara-saudara kita yang tertimpa musibah.

Mari bersama mengorbankan hawa nafsu, membuang sikap individualistis dan fanatis mekelompok, demi ukhuwah insaniyah. Dengan Idul Kurban, kita teladani Ibrahim dan Ismail AS, serta bersama menebar kasih sayang.

PBNU tidak Terpengaruh Fatwa Haram ESQ

Selasa, 20 Juli 2010, 19:53 WIB

Description: Smaller Description: Reset Description: Larger

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Said Aqil Siroj menyatakan NU tak terpengaruh dengan fatwa haram mufti Malaysia terhadap lembaga pelatihan sumber daya manusia Emotional and Spiritual Quotient (ESQ) yang dikembangkan Ary Ginanjar Agustian. "Saya dan warga NU sedikit pun tak ada yang terpengaruh fatwa itu, bahkan tertawa karena itu menunjukkan referensinya sangat sempit," kata Said Aqil saat menerima rombongan Ary Ginanjar, termasuk di antaranya Direktur Utama Perum LKBN ANTARA Ahmad Mukhlis Yusuf, di kantor PBNU, Jakarta, Selasa.

Menurut Said Aqil, sepanjang ESQ tidak mengajarkan shalat lima waktu tidak wajib bagi umat Islam atau mengajarkan Muhammad SAW bukan nabi terakhir, maka tudingan sesat tidak layak dialamatkan kepadanya.
"Selama tidak mengatakan shalat lima waktu tidak wajib, Muhammad SAW bukan nabi terakhir, itu tidak sesat," tandas kiai alumni Universitas Ummul Qura Arab Saudi dan sejumlah pondok pesantren itu.

Sebenarnya, lanjut Said Aqil, secara substansi yang diekplorasi Ary Ginajar sudah dikaji oleh para ulama terdahulu, termasuk ulama sufi terkenal Al Ghozali, hanya cara penyampaiannya saja yang disesuaikan dengan masa kekinian. "Secara substansi bukan barang baru, sudah dikaji dari dulu, cara penyampaiannya yang beda," kata Said Aqil yang mengaku kagum dengan cara "dakwah" ESQ sejak pertama kali mengenalnya.

Soal tudingan ulama Malaysia, Datuk Hj Wan Zahidi bin Wan Teh, bahwa ESQ terpengaruh ajaran-ajaran lain di luar Islam, menurut Said Aqil, sebagai sebuah ilmu, pengaruh dari pemikiran lain merupakan suatu keniscayaan. "Semua tasawuf tidak lepas dari pengaruh luar. Imam Ghozali, misalnya, juga ada terpengaruh dengan pemikiran Plato," kata pakar ilmu tasawuf tersebut.

Rais Syuriah PBNU KH Masdar Farid Masudi menyatakan, secara moral mendukung apa yang dilakukan Ary Ginanjar dengan ESQ-nya. "Prinsipnya NU di belakang Pak Ary," kata Masdar yang juga direktur Perhimpunan Pemberdayaan Pesantren dan Masyarakat (P3M) tersebut.

Sebelumnya, Ary Ginanjar menyampaikan kelegaannya karena Majelis Mudzakarah Fatwa Nasional Malaysia akhirnya mengeluarkan fatwa yang menyatakan ESQ tidak melanggar syariat, yang berlaku untuk 13 mufti kecuali mufti wilayah Persekutuan yang meliputi Kuala Lumpur, Putrajaya dan Labuan.

Namun demikian, kata Ary, pihaknya tetap memerlukan dukungan moral, termasuk dari NU sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia, mengingat fatwa haram yang keluar sebelumnya sempat meresahkan alumni lembaga pelatihan ESQ yang berjumlah sekira satu juta orang. "Kami meminta dukungan moral agar alumni tenang," kata Ary.

Ia pun merasa perlu menjelaskan bahwa ESQ bukanlah lembaga agama, namun salah satu dari sekian lembaga pelatihan sumber daya manusia yang rasanya aneh jika difatwa haram.